PESUGIHAN YANG ISLAMI


Pesugihan Islami

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada beragam cara manusia untuk mencari pesugihan. Terutama bagi mereka yang terobsesi untuk cepat kaya.
Yang bahaya, ketika mereka tidak memiliki pemahaman tentang tauhid yang benar, rutinitas ngajinya hanya baca yasin dan tahlil, terkadang sampai nekad membatalkan islamnya, dengan melakukan kesyirikan.

Kita sangat yakin, mereka semua mengakui bahwa Allah-lah satu-satunya yang memberi rizki. Namun beberapa diantara mereka tidak sabar, sehingga mencari jalan yang melanggar aturan syariat.

Sebenarnya, Allah telah menyediakan cara untuk mendapatkan kekayaan yang sesuai syariat (pesugihan syar’i). Namun mungkin untuk masyarakat, mmereka kurang menyadari bahwa itu bagian dari cara ngalap berkah dari usaha yang dilakukan.

Kita akan simak, apa saja pesugihan yang syar’I itu.



Pertama, bekerja di pagi hari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa kepada Allah, agar aktivitas yang dilakukan umatnya di pagi hari, lebih diberkahi.

Dari Shakhr bin Wada’ah al-Ghamidi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا

Ya Allah, berikan keberkahan untuk umatku di waktu paginya. (HR. Abu Daud 2608, Turmudzi 1256, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Para sahabat menceritakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengirim pasukan, beliau selalu memberangkatkan mereka di pagi hari.

Setelah sahabat Shakhr mendapatkan riwayat ini, beliau memiliki kebiasaan, menjalankan bisnisnya di pagi hari. Beliau kirim barang, selalu pagi hari. Hingga hartanya bertambah dan dia semakin kaya.

Kondisi semacam ini bisa kita tiru. Lebih semangat mencari nafkah di pagi hari. Semakin pagi, semakin berkah.

Kedua, transaksi yang jujur dan transparan

Melakukan transaksi yang jujur dan transparan dijanjikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan diberkahi hasilnya.

Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ بَيْعِهِمَا

“Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar selagi mereka berada di dalam satu majelis dan belum berpisah. Jika keduanya jujur dan transparan maka transksi jual belinya akan diberkahi. Namun jika keduanya dusta dan tidak transparan, keberkahan transaksinya akan dicabut.” (HR. Bukhari 2079 & Muslim 3937)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji, bagi pedagang yang jujur dan transparan, akan diberkahi transaksinya. Sebaliknya, ketika dia tidak jujur dan menyembunyikan kondisi riilnya, maka dicabut keberkahannya.

Tentu bukan berarti ngajari orang untuk bertindak lugu dan gampang dibodohi. Karena keterbukaan dalam melakukan transaksi, tujuannya adalah untuk menghindari semua peluang sengketa dalam transaksi.

Harga kulak, harga pasar

Penjual boleh saja merahasiakan harga kulak. Bahkan bukan hak pembeli untuk nanya, berapa harga modal dari barang. Inilah yang disebut jual beli musawamah.

Berbeda dengan harga pasar, keduanya harus transparan. Karena menjual barang jauh di atas harga barang, bisa mendzalimi pembeli. Sebaliknya, pembeli menawar dengan harga yang jauh di bawah harga pasar. Ini juga akan mendzalimi penjual.

Ketiga, menikah

Bentuk ketiga yang Allah janjikan bisa menambah keberkahan adalah menikah.

Diantara janji Allah bagi orang yang menikah, Allah janjikan kecukupan untuk mereka,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Kawinkanlah orang-orang yang masih lajang diantara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari budak-budak lelaki dan budak-budak perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”. (QS. an-Nur: 32).

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ

“Ada 3 orang yang dijamin oleh Allah untuk membantunya: Mujahid fi sabilillah, orang yang menikah karena menjaga kehormatan dirinya, dan budak yang hendak menebus dirinya untuk merdeka.” (HR. Nasa’I no. 3133, Turmudzi no. 1756 dan dihasankan al-Albani).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan,

رغبهم الله في التزويج، وأمر به الأحرار والعبيد، ووعدهم عليه الغنى

“Allah memotivasi hambanya untuk menikah, sebagai perintah yang ditujukan untk orang merdeka maupun budak. Dan Allah menjanjikan kepada mereka kecukupan”. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/51)

Demikian pula dinyatakan dalam keterangan Ibnu Mas’ud,

التمسوا الغنى في النكاح

“Carilah kekayaan dalam pernikahan”. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/51).

Keempat, Menakar apa yang dibutuhkan

Menakar apa yang dibutuhkan, terutama makanan, termasuk diantara amalan yang mengantarkan keberkahan.

Dari al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كِيلُوا طَعَامَكُمْ يُبَارَكْ لَكُمْ

“Takarlah makanan kalian, niscaya kalian akan diberkahi.” (HR. Ahmad 17177, Bukhari 2128, dan yang lainnya).

Dalam penjelasannya mengenai makna hadis ini, Syaikh as-Sa’di menyimpulkan, bahwa pendapat yang paling tepat mengenai makna hadis ini adalah bahwa makanan yang hendak diberikan seseorang kepada keluarganya, seperti makanan yang mau dimasak, hendaknya ditakar dahulu. (Fatawa as-Sa’diyah, 7/246)

Tujuannya, agar tidak berlebih-lebihan, menghindari sisa yang terbuang, dan sesuai dengan kemampuan pemiliknya.

Teks hadis hadis ini berbicara tentang makanan. Sebagai salah satu contoh kebutuhan habis pakai. Bisa berlaku untuk semua kebutuhan habis pakai lainnya. Seperti BBM, pulsa, uang belanja, dst.

Ketika anda menjalan sebuah usaha, buat ukuran untuk kebutuhan itu semua. Menghindari terjadinya setiap bentuk berlebih-lebihan, pemekaran yang tidak dibutuhkan, dan sesuai kemampuan pemiliknya.

Allahu a’lam.