Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Hukum asal kerja sama bisnis adalah mubah. Dan dalam fikih, mubah itu sifatnya pilihan.. boleh anda lakukan, juga boleh anda tinggalkan. Tidak ada nilai dosa dan pahala..
Namun sangat disayangkan, ketika sesuatu yang awalnya mubah bisa menjadi pemicu sengketa… artinya sesuatu yang mubah menjadi sebab munculnya dosa..
Terkadang ada 2 orang ikhwah bisa akrab bersahabat. Mereka menjalin ukhuwah karena kesamaan tempat kajian, kesamaan visi, dst… selanjutnya mereka melakukan kerja sama. Di saat itulah, kedewasaan masing-masing mulai diuji, pemicu konflik mulai bermunculan. Hingga akhirnya mereka harus bermusuhan.. yang awalnya kawan, jadi lawan. Kerja sama bisnis yang mereka bangun menghancurkan persaudaraan mereka…
Dan siapapun yang bersengketa, pasti dia sakit hati. Semakin sering bersengketa, semakin lelah batinnya. Bisa Anda bayangkan, jika dalam sehari, kita harus mengalami sengketa, betapa seringnya kita harus menanggung beban perasaan.
Karena itu, ada sebagaian ulama, semacam Imam Bukhari, yang sama sekali tidak ingin mengalami sengketa dalam masalah muamalah. Bahkan ketika beliau hendak membeli sesuatu di pasar, beliau meminta orang lain untuk membelikannya. Beliau sangat khawatir timbul sengketa antara beliau dengan penjual.
Sengketa Dunia akan Berulang di Akhirat
Dan kita perlu menyadari, setiap sengketa yang pernah kita lakukan, jika belum selesai di dunia akan diulang di akhirat. Inilah bagian yang paling berat. Tekanan batin akibat sengketa akan kembali dimunculkan ketika hisab. Terkadang, kita berkeinginan agar sengketa yang kita lakukan tidak diketahui orang lain, namun bisa jadi, ini akan ditampakkan di hadapan seluruh makhluk. Allah berfirman,
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ. ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ
“Kamu akan mati dan mereka akan mati. Kemudian, kalian akan berdebat di sisi Rabb kalian pada hari kiamat.” (QS. Az-Zumar:30–31)
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan,
إن هذه الآية -وإن كان سياقها في المؤمنين والكافرين، وذِكْر الخصومة بينهم في الدار الآخرة-فإنها شاملة لكل متنازعين في الدنيا، فإنه تعاد عليهم الخصومة في الدار الآخرة
“Ayat ini, meskipun konteksnya tentang orang mukmin dan orang kafir serta mengingatkan tentang perdebatan antara mereka di hari kiamat, namun juga mencakup semua pelaku sengketa ketika di dunia. Perdebatan antara mereka ini akan diulangi lagi di akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7:96)
Kemudian, beliau membawakan sebuah riwayat, yang disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim, bahwa ketika ayat ini turun, sahabat Az-Zubair bin Awam bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah sengketa yang terjadi di antara kita akan diulangi lagi (di akhirat) setelah terjadi di dunia ini, selain beban dosa yang kita tanggung?” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
نَعَمْ لَيُكَرَّرُنَ عَلَيكُمْ، حَتّى يُؤَدَّى إِلَى كُلِّ ذِي حَقٍّ حَقّه
“Betul! Sungguh, perselisihan kalian akan diulangi, sampai semua hak dikembalikan kepada pemiliknya.” Setelah itu, Zubair berkomentar,
واللهِ إنَّ الأَمْرَ لَشَدِيدٌ
“Jika demikian, berarti peristiwanya sangat mengerikan ….” (HR. Ahmad dan Turmudzi; dan dinilai sahih oleh Al-Albani; lihat juga Tafsir Ibnu Katsir, 7/96)
Karena itu, wajar jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut salah satu orang yang jelek di sisi Allah adalah orang yang hobi berkonflik dan paling alot ketika bersengketa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Orang yang paling Allah benci adalah orang yang sulit ketika bersengketa.” (HR. Muslim 6951)
Dalam riwayat lain, kita diingatkan,
كَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لاَ تَزَالَ مُخَاصِمًا
“Cukuplah kamu dianggap melakukan dosa ketika kamu selalu melakukan sengketa.” (HR. Turmudzi 1994 dan ad-Darimi 299)
Bisa kita bayangkan, betapa lelah dan letihnya perasaan orang yang sering bersengketa. Setumpuk dosa dan kesalahan dibebankan di pundaknya. Itu pun masih ditambah dengan semua tekanan batin dari setiap sengketa yang pernah dia lakukan di dunia. Subhanallah, bagaimana mungkin orang semacam ini bisa merasakan ketenangan? Semoga Allah melindungi kita dari potensi sengketa..